Minggu, 05 Juni 2011

Konsep Perkembangan Peradilan Islam



Konsep Perkembangan Peradilan Islam
1. Konsep Dasar Peradilan Islam
Menurut Muhammad Salam Madkur dalam bukunya Al-Qadla Fi Al-Islam (1993: 20), Dalam bahasa Arab, Peradilan dikenal dengan Al-Qadla, yang berarti putus atau selesai. Sedangkan menurut pandangan ahli fiqih yaitu "menyampaikan hukum Syar'I dengan jalan percepatan".
Didalam kamus besar Bahasa Indonesia peradilan adalah segala sesuatu mengenai perkara pengadilan. Sedangkan pengadilan memiliki pengertian yang banyak yaitu dewan atau majelis yang mengadili perkara; mahkamah; proses mengadili; keputusan hakim ketika mengadili perkara; rumah (bangunan) tempat mengadili perkara (Cik Hasan Bisri : 2000 : 2).
Dalam pengkajian Peradilan islam, terdapat berbagai konsep yang digunakan. Konsep itu merupakan suatu gagasan (idea) yang dilambangkan poleh suatu istilah tertentu, sesuian dengan bahasa yang digunakan. Ada dua istilah yang berasal dari kata dasar yang sama tetapi memiliki pengertian yang berbeda, yaitu peradilan dan pengadilan. Peradilan merupakan salah satu pranata dalam memenuhi hajat hidup masyarakat dalam penegakan hokum dan keadilan, yang mengacu pada hokum yang berlaku. Pengadilan, dalam kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Pengadilan berarti al-mahkamah. Sedangkan dalam bahasa inggris diartikan Judiciary. Menurut ensiklopedi Indonesia jilid 5, sebagaimana di kutip oleh Cik Hasan Bisri (2003: 2), Pengadilan adalah badan atau organisasi yang diadakan oleh negara un-tuk mengurus dan mengadili perselisihan-perselisihan hukum. Sehingga, ia pun menyimpulkan dalam Cik Hasan Bisri (1997: 36), bahwa Pengadilan merupakan satuan organisasi (Institute) yang menyelenggarakan penegakkan hukum dan keadilan.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa peradilan agama adalah kekuasaan Negara dalam hal/bidang menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara tertentu antara orang-orang yang beragama islam untuk menegakan hokum dan keadilan.
2. Konsep Dasar Perubahan dan Perkembangan
Perkembangan adalah perubahan structural dan cultural yang bersifat kualitatif. Kualitatif atau verbal hanya bisa dinyatakan dengan kata-kata bukan dengan nominal. Pada dasarnya, perkembangan adalah bagian dari perubahan karena perubahan mencakup berbagai aspek dan masih menjadi kata yang umum karena perubahan mempunyai banyak macamnya. Jadi, perkembangan peradilan islam adalah perubahan pada struktur perdilan yang bersifat kualitatif. Baik dari susunan, kedudukan dan wewenang dari peradilan.

3. Konsep perkembangan peradilan.
a. Dasar penyelenggaraan.
            Dasar penyelenggaraan peradilan khususnya peradilan islam, antara lain :
Dasar qadla yaitu firman Allah :
- QS. Shaad : 26

ß¼ãr#y»t $¯RÎ) y7»oYù=yèy_ ZpxÿÎ=yz Îû ÇÚöF{$# Läl÷n$$sù tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# Èd,ptø:$$Î/ wur ÆìÎ7®Ks? 3uqygø9$# y7¯=ÅÒãsù `tã È@Î6y «!$# 4 ¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbq=ÅÒt `tã È@Î6y «!$# öNßgs9 Ò>#xtã 7Ïx© $yJÎ/ (#qÝ¡nS tPöqt É>$|¡Ïtø:$# ÇËÏÈ
26.  Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah Keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, Karena mereka melupakan hari perhitungan.
- QS. An-nisa : 49
sNö9r& ts? n<Î) tûïÏ%©!$# tbq.tã Nåk|¦àÿRr& 4 È@t/ ª!$# Éj1tã `tB âä!$t±o wur tbqßJn=ôàã ¸xÏGsù ÇÍÒÈ
49.  Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih?[308]. Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak aniaya sedikitpun.

[308]  yang dimaksud di sini ialah orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menganggap diri mereka bersih. lihat surat Al Baqarah ayat 80 dan ayat 111 dan surat Al Maa-idah ayat 18.
- Q.S. An-nisa : 65
xsù y7În/uur w cqãYÏB÷sã 4Ó®Lym x8qßJÅj3ysã $yJÏù tyfx© óOßgoY÷t/ §NèO w (#rßÅgs þÎû öNÎhÅ¡àÿRr& %[`tym $£JÏiB |MøÒs% (#qßJÏk=|¡çur $VJÎ=ó¡n@ ÇÏÎÈ
65.  Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
                Sedangkan di Indonesia, dasar penyelenggaraan peradilan terdapat dalam UUD 1945 Bab IX Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 24 dan Undang-undang lainnya.
b. Kedudukan dalam struktur kekuasaan Negara.
Posted: 28 Mei 2009 Oleh : Patawari,SHI.,MH

c.  Kekuasaan.
Kekuasaan relative diartikan sebagai kekuasaan peradilan yang satu jenis dan satu tingkatan, dalam perbedaannya dengan kekuasaan pengadilan yang sama jenis dan sama tingkatan. Misalnya, antara pengadilan negeri bogor dengan pengadilan negeri subang , Pengadilan Agam Muara Enim dengan Pengadilan Agama Baturaja.
PN Bogor dan PN Subang sama-sama lingkungan peradilan umum dan sama-sama pengadilan tigkat pertama, sedangka PA Muara Enim dan PA Baturaja satu jenis yaitu sama-sam lingkungan peradilan agama dan satu tingkatan saa-sama tingkat pertama.
Pasal 4 ayat i UU No.7 th. 1989 tentang Peradilan Agama berbunyi :
Peradian Agama berkedudukan di Kota Madya atau di ibu Kota Kabupaten dan daerah hukumnya meliputi daerah kota madya dan kabupaten”. Pada penjelasan pasal 4 ayat 1 brbunyi : “ pada dasarnya tepat kedudukan pengadila agama ada di Kodya atau kabupaten, yang daerah hukumnya meliputi wilayah kota madya dan kabupaten , tetapi tidak tertutup kemungkinan adanya pengeualian”.
Tiap pngadilan agama mempunyai wilayah hokum tertentu, dalam hal ini meliputi satu kodya atau satu kebupaten, atau dalam keadaan tertentu sebagai pengeualian mungkin lebih atau mungkin kurang seperti di kabuaten riau kepulauan terdapat empat buah pengadilan agama, karena kondisi transfortasi sulit.
Menurut teori hokum acara prdata peradilan umum (tentang mengadukan tempat gugatan), apabila penggugat mengajukan gugatannya ke pengadilan negeri mana saja, diperbolehkan dan pengadilan tersebut masing-masng boleh memeriksa dan mengadili perkaranya sepanjang tidak ada eksepsi (keberatan) dari pihak lawannya.juga boleh saja orang penggugat dan tergugat memilh untuk keperkara di muka pengadilan negeri mana saja yang mereka sepakati, hal ini berlaku sepanjang tidak tegas-tegas dinyatakan lain. Pengadilan negri dalam hal ini boleh menerima pendaftaran perkara terebut disamping boleh pula menolaknya. Namun dalam praktik, pengadilan negeri sejak semula seudah tidak berkenan menerima gugatan atau permohonan semacam itu, skaligus membrikan saran ke pengadilan negeri mana seharusnya gugatan atau permohonan itu diajukan.
Ketentuan umum peradilan umum terebut berlaku juga untuk peradilan agama sebagai mana ditunjuk oleh UU No.7 th.1989 tntang peradilan agama. Dimasalalu sebelum peradilan agama mempuyai kekuasaa absolut yang seragam diseluruh indnesia (sebelum UU No7 th.1989) peradilan agama tidak dapat menerima ketentuan umum diatas, sebab suatu jenis perkara misalnya mejadi kekuasaan absolut peradilan agama di pulau sumatera belum tentu menjadi kekuasaan absolut peradilan agama di pulu jawa, seperti mngenai kewarisan.
Mengenai kekuasaan absolut, yakni kekuasaan pengadilan yang behubungan degan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkatan pengadilan lainnya, sebagai contoh:
Pengadilan agama berkuasa atas perkara perkawinan bagi mereka yang beraga islam, sedangkan bagi yang selai islam mnjadi kekuasaan peradilan umum. Pengadilan agamalah yang berkuasa memeriksa dan mengadili perkara dalam tingkat pertama, tidak boleh langsung berperkara ke pengadilan tinggi agama atau di MA.
Banding dari pengadilan agama diajukan ke pengadilan tinggi agama, tidak boleh diajukan ke pengadilan tinggi. Terhadap kekuasaan abolut ini PA harus meneliti perkara yang diajukan kpadanya, apakah termasuk kekuasaan absolutnya atau bukan. Kalau bukan, maka dilarang menerimanya. Kalaupun diterima, maka tergugat dapat megajukan keberatan, ”eksepsi absolut”.dan jenis eksepsi ini boleh diajukan sejak tergugat menjawab pertama dan boleh kapan saja, baik tingkat banding maupun kasasi. Pada tingkat kasasi, eksepsi absolut ini termasuk satu-satunya dantara tiga alasan yang membolehkan orang memohon kasasi dan dapat dijadikan alasa oleh MA untuk membatalkan putusan PA yang telah melampaui batas kekuasaan absolutnya.
Jenis prkara yang menjadi kekuasaan peradilan agama; pertama, tentang prkawinan; kedua, tentang kewarisan,wasiat,dan hibah; ketiga, tentang perkara wakaf dan sedekah.     Kata ”wewenang’ atau kekuasaan pada umumnya dimaksudkan adalah kekasaan absolut.



DAFTAR PUSTAKA
  A. Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia. Prenada Media Group, Jakarta: 2006
Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2000, Peradilan Islam Dalam Tatanan Masyarakat Indonesia. Remaja Rosdakarya, Bandung: 1997 
 Muhammad Salam Madkur. 1993. Peradilan dalam Islam. (Diterjemahkan oleh Imron AM). Surabaya: Bina Ilmu.
 M. Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan, dan Acara Peradilan Agama: Undang-undang No. 7 Tahun 1989. Pustaka Kartini, Jakarta: 1993
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar